Selasa, 17 November 2015

Refleksi Perkuliahan 3 : Filsafat Pendidikan Matematika



Menembus Ruang dan Waktu

Perkuliahan ketiga mata kuliah Filsafat Pendidikan Matematika yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 4 November 2015 pukul 12.40 – 14.20 bertempat di Ruang PPG1 FMIPA UNY.
Perkuliahan diawali dengan tes jawab singkat. Tema tes jawab singkat pada pertemuan tersebut adalah “Menembus Ruang dan Waktu”. Tes berisi 50 soal yang harus dijawab oleh mahasiswa dalam waktu yang singkat. Semua soal dalam tes tersebut berkaitan dengan struktur filsafat yang terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu material, formal, normatif, dan spiritual.
Setelah tes jawab singkat usai, Bapak Marsigit menjelaskan terkait beberapa pertanyaan yang diberikan pada tes jawab singkat. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.
1.      Analitiknya material adalah material. Analitik adalah logika pikir. Ketika diterapkan pada benda-benda, maka analitik tersebut menyangkut banyaknya benda. Benda yang dipikirkan yang dapat dihitung atau dijumlah.
2.      Analitiknya formal adalah formal. Formal adalah aturan, maka dapat dikatakan bahwa analitiknya formal adalah banyaknya aturan.
3.      Analitiknya normatif adalah analitik, karena analitik itu adalah istilah normatif. Misalnya, filsafat itu adalah normatif, ilmu itu normatif.
4.      Analitiknya spiritual adalah analitik. Oleh karena analitik adalah logika, berarti analitik spiritual adalah logika Tuhan.
5.      Sintetiknya material, sintetik merupakan interaksi antara benda, berarti sintetiknya material adalah campuran benda.
6.      Sintetiknya formal, formal merupakan aturan, maka sintetiknya yaitu gabungan perturan atau hokum.
7.      Sintetiknya normatif adalah normatif.
8.      Sintetiknya spiritual adalah produk dari spiritualitas itu sendiri, yaitu pahala.
9.      A priori material, a priori adalah pikiran, maka a priori material adalah benda piker. Benda piker tersebut misalnya dua, tiga, empat, kubus, istri, dan lain-lain.
10.  A priori formal adalah aturan didalam piker.
11.  A priori normatif adalah a priori.
12.  A priori spiritual adalah takdir, maksudnya kita bisa memikirkan takdir walaupun hal tersebut belum terjadi.
13.  Transenden material adalah bendanya para dewa. Yang dimaksud para dewa adalah dimensi yang berada diatasnya yang memiliki kuasa untuk mengatur yang ada dibawahnya, misalnya kakak dewa bagi adiknya, Bank adalah dewa bagi uang kita, dan lain sebagainya. Sehingga transenden material contohnya adalah handphone kakak merupakan transenden material bagi adiknya.
14.  Transenden normatif adalah transenden. Transenden spiritual adalah malaikat.
15.   Relatifnya material adalah sifatnya material yang relatif, misalnya adalah lentur.
16.  Relatifnya formal adalah aturan yang longgar.
17.  Relatifnya normatif adalah relatif.
18.  Relatifnya spiritual adalah segala ciptaan Tuhan yang ada di bumi.
19.  Absolutnya material adalah tidak ada, karena tidak ada yang absolut si dunia ini.
20.  Absolutnya formal addalah ketentuan Tuhan.
21.  Absolutnya normatif adalah ilmu Tuhan.
22.  Absolutnya spiritual adalah kuasa Tuhan.
23.  Skeptisnya material adalah benda-benda yang bergerak yang belum menentukan posisinya.
24.  Skeptisnya formal adalah aturan yang belum jelas.
25.  Skeptisnya normatif adalah skeptis.
26.  Skeptisnya spiritual adalah setan. Dalam tingkatan spiritual hanya ada dua unsure, yaitu unsure malaikat dan unsure setan. Maka ragu-ragu terhadap Tuhan itu unsurnya adalah setan,
27.  Mitosnya material adalah benda-benda pusaka.
28.  Mitosnya normatif adalah mitos.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa istilah-istilah dalam filsafat itu disesuaikan dalam dimensi ruang dan waktu.
Selanjutnya, kegiatan perkuliahan dilanjutkan dengan tanya-jawab oleh mahasiswa kepada Bapak Marsigit. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh beberapa mahasiswa dan jawaban oleh Bapak Marsigit adalah sebagai berikut.
Saudara Elfrida menanyakan, “Bagaimana membangun filsafat pada seseorang yang sebelumnya belum pernah mengenal filsafat? bagaimana mengenalkan filsafat pada seseorang yang tidak menempuh kuliah atau yang tidak mendapatkan materi filsafat?”
Belajar filsafat itu tergantung kepentingannya, maka bagi orang yang tidak kuliah untuk apa dia belajar filsafat. Filsafat itu melekat pada hal yang lain-lain. Dengan belajar filsafat, maka setidaknya kita mampu mengambil nilai-nilai yang terkandung dalam filsafat, seperti kebijaksanaan, berpikir kritis, peduli akan ruang dan waktu, dan lain sebagainya.
Saudara Mu’ahid menanyakan, “Apa yang dimaksud dengan skeptisisme?”
Skeptis adalah meragukan segala sesuatu. Sejarahnya, pada zaman Yunani ada tokoh yang bernama Rene Descartes yang mengalami skeptis. Awal mulanya ia bermimpi, tetapi mimpinya itu sangat nyata. Ia bermimpi berada di suatu tempat yang bersalju putih, nyatanya di negeri yang bersalju seperti di Prancis salju yang ia lihat sama persis dengan yang ada dimimpi. Hal tersebut mengakibatkan ia tidak mampu membedakan antara dunia nyata dan mimpi.ia ingin mencari kepastian, maka semua yang dilihat dan semua yang dipikirkan oleh Rene Descartes tidak dapat dipercaya, termasuk Tuhan. Namun, pada akhirnya ia menemukan Tuhan dengan cara tidak percaya terlebih dahulu. Pada akhirnya, ia menemukan kepastian bahwa dirinya sedang bertanya. Jadi, Rene Descartes menyimpulkan bahwa jika seseorang tidak berpikir maka orang tersebut dianggap tidak ada. itulah skpetis. Jika skeptic dikombinasikan dengan positif, maka akan melahirkan metode saintifik. Oleh karena metode saintifik diawali dari mengajukan pertanyaan dalam rangka membuat hipotesis terhadap sesuatu, kemudian melakukan eksperimen, menalar, dan yang terakhir adalah mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Saudara Deary Putriani menanyakan, “Apakah yang dimaksud transenden?”
Transenden adalah sifat yang berada diatasnya. Misalnya, dosen adalah transenden bagi mahasiswa. Maksudnya mahasiswa mengetahui sedikit sifat-sifat dari dosen, sedangkan mahasiswa mengetahui banyak tentang sifat-sifat mahasiswa. Contoh lainnya adalah ayam dewanya cacing, maka sifat ayan transenden bagi cacing.
Saudara Ilma Rizki Nur A. menanyakan “Adakah aturan dalam berfilsafat?”
Sejauh ini, kita telah, sedang, dan akan berbicara mengenai tata cara berfilsafat. Oleh karena tata cara berfilsafat tak berhingga banyaknya, maka kita bagaikan anak ayam yang menginjak-injak lumbung padi.
Saudara Rita Suryani menanyakan, “Apa pentingnya calon pendidik belajar filsafat?”
Dengan belajar filsafat, calon pendidik setidaknya dapat memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai filsafat dalam diri pribadinya dalam rangka menghadapi siswa. Salah satu aliran filsafat yang penting dipahami bagi calon pendidik adalah fallibisme. Dengan adanya filsafat fallibism menyadarkan kita bahwa siswa menjawab salah itu adalah benar. Maksudnya adalah salahnya siswa menjawab itu adalah benar jika ia belum mendapatkan pengalaman belajar. Oleh karena itu, dengan adanya fallibism calon pendidik dapat menyadari dan memaklumi bahwa siswa menjawab salah itu benar.
Saudara Latifatul Karimah menanyakan, “Nilai kebenaran dalam filsafat itu ditentukan dari mana?”
Nilai kebenaran dalam filsafat ditentukan dari apa yang ada dan mungkin ada dalam dimensi ruang dan waktu. Misalnya, kebenaran diriku adalah subjektif, kebenaran kita adalah objektif, kebenaran didalam pikiran adalah ideal, kebenaran diluar pikiran adalah realis, kebenaran Tuhan adalah absolut, kebenaran dunia adalah relatif, kebenaran skeptic adalah diragukan, kebenaran pikiran adalah konsisten/koheren, kebenaran persepsi adalah korespondensi, kebenaran para dewa adalah para logos, kebenaran para daksa adalah faktanya, kebenaran subjek adalah predikat, kebenaran kapital adalah modal, kebenaran utilitarian adalah asas manfaat, kebenaran spiritual adalah firman Tuhan, dan lain sebagainya.
Saudara Anggara Ari Mustafa menanyakan, “Apakah filsafatnya dari 0 (nol )?”
Filsafat dari nol adalah nihilism, yang artinya ketiadaan. Dalam aliran filsafat tersebut, pada akhirnya manusia itu mengalami ketiadaan (hampa). Jika agama dikombinasikan dengan psikologi maka tiadalah tujuan hidup manusia selain agar hidup bahagia. Bahagia dengan tidak ada nafsu, tidak ada amarah, tidak ada cita-cita, maka dalam rangka ketiadaan itu kita bisa menuju nirwana.
Saudara Winda Dwi Astuti menanykan, “Apakah yang dimaksud dengan teleology dalam ruang dan waktu?”
Tokoh filsafat yang membicarakan mengenai masa depan adalah Immanuel Kant dengan bukunya yang berjudul “Teleology”. Dari teori Immanuel Kant dapat dikatakan bahwa masa depan bisa diproyeksikan dari zaman sekarang.
Saudara Tangguh Yudha Pamungkas menanyakan “Apa hubungan antara filsafat dengan Tuhan?”
Pada hakikatnya, filsafat adalah pikiran dan agama adalah hati. Tidak semuanya yang ada di dunia ini bisa dan akan selesai untuk didefinisikan. Misalnya definisi cinta dari suami kepada istrinya. Sehebat-hebat pikiran manusia tidak akan mampu mengetahui relung-relung hatinya. Setinggi-tinggi manusia tidak akan mampu mengetahui takdir tuhan. Dunia ini berstruktur dan bersinergis, maka janganlah kita menyombongkan diri untuk mengetahui segalah rahasia tuhan.
Sebagai kalimat penutup dalam perkuliahan, Bapak Marsigit mengatakan bahwa belajar filsafat laboratoriumnya adalah pikiran, maka janganlah berhenti untuk berpikir dalam mencari ilmu sebagai wujud syukur kita kepada Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar