Selasa, 30 Oktober 2012

Akhlak Rasulullah


MENOLAK KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN

Rasulullah SAW adalah sosok pribadi yang dalam perilaku kesehariannya selalu mencerminkan akhlakul karimah.
Tidak ada satu pun kebagusan dan kemuliaan melainkan didapatkan pada diri beliau dalam bentuk yang paling sempurna dan paling utama. Hal ini pun diakui oleh para sahabat yang menyertai hari-hari beliau sebagaimana dinyatakan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
“Adalah Rasulullah SAW manusia yang paling bagus akhlaknya.”


Bagaimana Anas tidak memberikan sanjungan yang demikian sementara ia telah berkhidmat pada beliau sejak usia sepuluh tahun dan terus menyertai beliau selama sembilan tahun. Dan tidak pernah sekalipun ia mendapat hardikan dan kata-kata kasar dari Nabi nan mulia ini.
 “ Tatkala seorang pandir Quraisy mencegat rasulullah di tengah jalan, lalu menyiramkan tanah di atas kepala beliau. Muhammad SAW  diam menahan pedih. kemudian pulang ke rumah dengan tanah yang masih menempel di kepala. Fatimah, putrinya, kemudian datang mencucikan tanah di kepala ayahnya itu. Ia membersihkannya sambil menangis. Tak ada yang lebih pilu rasanya dalam hati seorang ayah daripada mendengar tangis sang anak. Lebih-lebih anak perempuan.
Setitik air mata kepedihan yang mengalir dari kelopak mata seorang putri adalah sepercik api yang membakar jantung. Beliau pun tak kuasa menahan getir, lalu menangis tersedu-sedu di sisi sang putri. Juga, secercah duka yang menyelinap ke dalam hati adalah rintihan jiwa yang terasa mencekik leher, dan hampir pula menyuluti emosinya untuk membalas. Tetapi Rasul Muhammad adalah seorang yang sabar dan pemaaf. lalu, apakah yang beliau lakukan dengan tangis putrinya yang baru saja kehilangan sang ibu tercinta itu?
Rasulullah Muhammad SAW hanya bisa menghadapkan jiwanya kepada Allah, seraya memohon dikuatkan batinnya untuk menerima perlakuan keji itu. “Jangan menangis anakku” ucap sang ayah kepada putrinya yang sedang berlinang air mata itu. “Tuhan akan melindungi ayahmu.”

Inilah akhlak cantik yang telah diperlihatkan oleh Rasul kepada kita semua, “menolak kejahatan dengan kebaikan “ meskipun ajaran agama memberikan kesempatan pada rasul yang telah diperlakukan secara tidak manusiawi (dzalim) untuk mengadakan perlawanan demi membela diri, bahkan, apabila mau bisa membalas. Namun rasulullah memilih sabar dan memaafkan perbuatan keji tersebut.

Sungguh, membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama, tidak dikenakan sanksi dosa, karena dosa itu hanya berlaku bagi orang-orang yang berbuat aniaya (dzalim) tanpa berpijak pada logika kebenaran, namun agama lebih mengutamakan sikap sabar dan saling memaafkan ketimbang sikap saling membalas dan saling memusuhi. Kejahatan hendak dibalas dengan kejahatan, tentulah bukan sebuah pilihan yang baik bagi responsibiliti moral sebuah agama.
“ Dan, kalau kamu hendak melakukan pembalasan, balaslah seperti yang mereka lakukan kepadamu. Tetapi, kalau kamu bersabar, maka kesabaranmu itu lebih baik bagimu. Dan hendaklah kamu tabahkan hatimu, karena berpegang kepada pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati terhadap perbuatan mereka. Jangan pula engkau bersesak dada terhadap apa yang mereka rencanakan.” (QS. Al-Nahl: 126-127).

Sejarah tak akan mampu mengingkari betapa indahnya akhlak dan budi pekerti Rasulullah tercinta, Sayyidina Muhammad SAW hingga salah seorang isteri beliau, Sayyidatina A’isyah Rodhiyallahuanha mengatakan bahawa akhlak Rasulullah adalah “Al-Qur’an”.
Sehingga, tidaklah berlebihan kalau Allah sendiri memujinya, ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al Ahzab [33]: 21).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar