MENOLAK KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN
Rasulullah SAW adalah sosok pribadi yang dalam
perilaku kesehariannya selalu mencerminkan akhlakul karimah.
Tidak ada satu pun kebagusan dan
kemuliaan melainkan didapatkan pada diri beliau dalam bentuk yang paling sempurna dan paling utama.
Hal ini pun diakui oleh para
sahabat yang menyertai hari-hari beliau sebagaimana dinyatakan Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
“Adalah
Rasulullah SAW manusia yang paling bagus akhlaknya.”
Bagaimana Anas tidak memberikan sanjungan yang
demikian sementara ia telah berkhidmat pada beliau sejak usia sepuluh tahun dan
terus menyertai beliau selama sembilan tahun. Dan tidak pernah sekalipun ia
mendapat hardikan dan kata-kata kasar dari Nabi nan mulia ini.
“ Tatkala
seorang pandir Quraisy mencegat rasulullah di tengah jalan, lalu menyiramkan
tanah di atas kepala beliau. Muhammad SAW diam menahan pedih. kemudian
pulang ke rumah dengan tanah yang masih menempel di kepala. Fatimah, putrinya,
kemudian datang mencucikan tanah di kepala ayahnya itu. Ia membersihkannya
sambil menangis. Tak ada yang lebih pilu rasanya dalam hati seorang ayah
daripada mendengar tangis sang anak. Lebih-lebih anak perempuan.
Setitik air mata kepedihan yang mengalir dari kelopak
mata seorang putri adalah sepercik api yang membakar jantung. Beliau pun tak
kuasa menahan getir, lalu menangis tersedu-sedu di sisi sang putri. Juga,
secercah duka yang menyelinap ke dalam hati adalah rintihan jiwa yang terasa
mencekik leher, dan hampir pula menyuluti emosinya untuk membalas. Tetapi Rasul
Muhammad adalah seorang yang sabar dan pemaaf. lalu, apakah yang beliau lakukan
dengan tangis putrinya yang baru saja kehilangan sang ibu tercinta itu?
Rasulullah Muhammad SAW hanya bisa
menghadapkan jiwanya kepada Allah, seraya memohon dikuatkan batinnya untuk
menerima perlakuan keji itu. “Jangan menangis anakku” ucap
sang ayah kepada putrinya yang sedang berlinang air mata itu. “Tuhan akan
melindungi ayahmu.”
Inilah akhlak cantik yang telah
diperlihatkan oleh Rasul kepada kita semua, “menolak kejahatan dengan
kebaikan “ meskipun ajaran agama memberikan kesempatan pada rasul yang
telah diperlakukan secara tidak manusiawi (dzalim) untuk mengadakan perlawanan
demi membela diri, bahkan, apabila mau bisa membalas. Namun rasulullah memilih
sabar dan memaafkan perbuatan keji tersebut.
Sungguh, membalas kejahatan dengan kejahatan yang
sama, tidak dikenakan sanksi dosa, karena dosa itu hanya berlaku bagi
orang-orang yang berbuat aniaya (dzalim) tanpa berpijak pada logika kebenaran,
namun agama lebih mengutamakan sikap sabar dan saling memaafkan ketimbang sikap
saling membalas dan saling memusuhi. Kejahatan hendak dibalas dengan kejahatan,
tentulah bukan sebuah pilihan yang baik bagi responsibiliti moral sebuah agama.
“ Dan, kalau kamu hendak melakukan
pembalasan, balaslah seperti yang mereka lakukan kepadamu. Tetapi, kalau kamu
bersabar, maka kesabaranmu itu lebih baik bagimu. Dan hendaklah kamu tabahkan
hatimu, karena berpegang kepada pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati
terhadap perbuatan mereka. Jangan pula engkau bersesak dada terhadap apa yang
mereka rencanakan.” (QS. Al-Nahl: 126-127).
Sejarah tak akan mampu mengingkari betapa indahnya
akhlak dan budi pekerti Rasulullah tercinta, Sayyidina Muhammad SAW hingga
salah seorang isteri beliau, Sayyidatina A’isyah Rodhiyallahuanha mengatakan
bahawa akhlak Rasulullah adalah “Al-Qur’an”.
Sehingga, tidaklah berlebihan kalau Allah sendiri
memujinya, ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al Ahzab
[33]: 21).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar