Menembus Ruang dan Waktu
Perkuliahan
ketiga mata kuliah Filsafat Pendidikan Matematika yang diampu oleh Prof. Dr.
Marsigit, M.A. dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 4 November 2015 pukul 12.40
– 14.20 bertempat di Ruang PPG1 FMIPA UNY.
Perkuliahan
diawali dengan tes jawab singkat. Tema tes jawab singkat pada pertemuan
tersebut adalah “Menembus Ruang dan Waktu”. Tes berisi 50 soal yang harus
dijawab oleh mahasiswa dalam waktu yang singkat. Semua soal dalam tes tersebut
berkaitan dengan struktur filsafat yang terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu
material, formal, normatif, dan spiritual.
Setelah tes jawab singkat usai,
Bapak Marsigit menjelaskan terkait beberapa pertanyaan yang diberikan pada tes
jawab singkat. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.
1. Analitiknya
material adalah material. Analitik adalah logika pikir. Ketika diterapkan pada
benda-benda, maka analitik tersebut menyangkut banyaknya benda. Benda yang
dipikirkan yang dapat dihitung atau dijumlah.
2. Analitiknya
formal adalah formal. Formal adalah aturan, maka dapat dikatakan bahwa
analitiknya formal adalah banyaknya aturan.
3. Analitiknya
normatif adalah analitik, karena analitik itu adalah istilah normatif.
Misalnya, filsafat itu adalah normatif, ilmu itu normatif.
4. Analitiknya
spiritual adalah analitik. Oleh karena analitik adalah logika, berarti analitik
spiritual adalah logika Tuhan.
5. Sintetiknya
material, sintetik merupakan interaksi antara benda, berarti sintetiknya
material adalah campuran benda.
6. Sintetiknya
formal, formal merupakan aturan, maka sintetiknya yaitu gabungan perturan atau
hokum.
7. Sintetiknya
normatif adalah normatif.
8. Sintetiknya
spiritual adalah produk dari spiritualitas itu sendiri, yaitu pahala.
9. A
priori material, a priori adalah pikiran, maka a priori material adalah benda
piker. Benda piker tersebut misalnya dua, tiga, empat, kubus, istri, dan
lain-lain.
10. A
priori formal adalah aturan didalam piker.
11. A
priori normatif adalah a priori.
12. A
priori spiritual adalah takdir, maksudnya kita bisa memikirkan takdir walaupun
hal tersebut belum terjadi.
13. Transenden
material adalah bendanya para dewa. Yang dimaksud para dewa adalah dimensi yang
berada diatasnya yang memiliki kuasa untuk mengatur yang ada dibawahnya,
misalnya kakak dewa bagi adiknya, Bank adalah dewa bagi uang kita, dan lain
sebagainya. Sehingga transenden material contohnya adalah handphone kakak merupakan transenden material bagi adiknya.
14. Transenden
normatif adalah transenden. Transenden spiritual adalah malaikat.
15. Relatifnya material adalah sifatnya material yang
relatif, misalnya adalah lentur.
16. Relatifnya
formal adalah aturan yang longgar.
17. Relatifnya
normatif adalah relatif.
18. Relatifnya
spiritual adalah segala ciptaan Tuhan yang ada di bumi.
19. Absolutnya
material adalah tidak ada, karena tidak ada yang absolut si dunia ini.
20. Absolutnya
formal addalah ketentuan Tuhan.
21. Absolutnya
normatif adalah ilmu Tuhan.
22. Absolutnya
spiritual adalah kuasa Tuhan.
23. Skeptisnya
material adalah benda-benda yang bergerak yang belum menentukan posisinya.
24. Skeptisnya
formal adalah aturan yang belum jelas.
25. Skeptisnya
normatif adalah skeptis.
26. Skeptisnya
spiritual adalah setan. Dalam tingkatan spiritual hanya ada dua unsure, yaitu
unsure malaikat dan unsure setan. Maka ragu-ragu terhadap Tuhan itu unsurnya adalah
setan,
27. Mitosnya
material adalah benda-benda pusaka.
28. Mitosnya
normatif adalah mitos.
Dari
uraian diatas dapat dikatakan bahwa istilah-istilah dalam filsafat itu disesuaikan
dalam dimensi ruang dan waktu.
Selanjutnya,
kegiatan perkuliahan dilanjutkan dengan tanya-jawab oleh mahasiswa kepada Bapak
Marsigit. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh beberapa mahasiswa
dan jawaban oleh Bapak Marsigit adalah sebagai berikut.
Saudara
Elfrida menanyakan, “Bagaimana membangun filsafat pada seseorang yang
sebelumnya belum pernah mengenal filsafat? bagaimana mengenalkan filsafat pada
seseorang yang tidak menempuh kuliah atau yang tidak mendapatkan materi
filsafat?”
Belajar
filsafat itu tergantung kepentingannya, maka bagi orang yang tidak kuliah untuk
apa dia belajar filsafat. Filsafat itu melekat pada hal yang lain-lain. Dengan
belajar filsafat, maka setidaknya kita mampu mengambil nilai-nilai yang
terkandung dalam filsafat, seperti kebijaksanaan, berpikir kritis, peduli akan
ruang dan waktu, dan lain sebagainya.
Saudara
Mu’ahid menanyakan, “Apa yang dimaksud dengan skeptisisme?”
Skeptis
adalah meragukan segala sesuatu. Sejarahnya, pada zaman Yunani ada tokoh yang
bernama Rene Descartes yang mengalami skeptis. Awal mulanya ia bermimpi, tetapi
mimpinya itu sangat nyata. Ia bermimpi berada di suatu tempat yang bersalju
putih, nyatanya di negeri yang bersalju seperti di Prancis salju yang ia lihat
sama persis dengan yang ada dimimpi. Hal tersebut mengakibatkan ia tidak mampu
membedakan antara dunia nyata dan mimpi.ia ingin mencari kepastian, maka semua
yang dilihat dan semua yang dipikirkan oleh Rene Descartes tidak dapat
dipercaya, termasuk Tuhan. Namun, pada akhirnya ia menemukan Tuhan dengan cara
tidak percaya terlebih dahulu. Pada akhirnya, ia menemukan kepastian bahwa
dirinya sedang bertanya. Jadi, Rene Descartes menyimpulkan bahwa jika seseorang
tidak berpikir maka orang tersebut dianggap tidak ada. itulah skpetis. Jika
skeptic dikombinasikan dengan positif, maka akan melahirkan metode saintifik.
Oleh karena metode saintifik diawali dari mengajukan pertanyaan dalam rangka
membuat hipotesis terhadap sesuatu, kemudian melakukan eksperimen, menalar, dan
yang terakhir adalah mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Saudara
Deary Putriani menanyakan, “Apakah yang dimaksud transenden?”
Transenden
adalah sifat yang berada diatasnya. Misalnya, dosen adalah transenden bagi
mahasiswa. Maksudnya mahasiswa mengetahui sedikit sifat-sifat dari dosen,
sedangkan mahasiswa mengetahui banyak tentang sifat-sifat mahasiswa. Contoh
lainnya adalah ayam dewanya cacing, maka sifat ayan transenden bagi cacing.
Saudara
Ilma Rizki Nur A. menanyakan “Adakah aturan dalam berfilsafat?”
Sejauh
ini, kita telah, sedang, dan akan berbicara mengenai tata cara berfilsafat.
Oleh karena tata cara berfilsafat tak berhingga banyaknya, maka kita bagaikan
anak ayam yang menginjak-injak lumbung padi.
Saudara
Rita Suryani menanyakan, “Apa pentingnya calon pendidik belajar filsafat?”
Dengan
belajar filsafat, calon pendidik setidaknya dapat memahami dan
mengimplementasikan nilai-nilai filsafat dalam diri pribadinya dalam rangka
menghadapi siswa. Salah satu aliran filsafat yang penting dipahami bagi calon
pendidik adalah fallibisme. Dengan adanya filsafat fallibism menyadarkan kita
bahwa siswa menjawab salah itu adalah benar. Maksudnya adalah salahnya siswa
menjawab itu adalah benar jika ia belum mendapatkan pengalaman belajar. Oleh
karena itu, dengan adanya fallibism calon pendidik dapat menyadari dan
memaklumi bahwa siswa menjawab salah itu benar.
Saudara
Latifatul Karimah menanyakan, “Nilai kebenaran dalam filsafat itu ditentukan
dari mana?”
Nilai
kebenaran dalam filsafat ditentukan dari apa yang ada dan mungkin ada dalam
dimensi ruang dan waktu. Misalnya, kebenaran diriku adalah subjektif, kebenaran
kita adalah objektif, kebenaran didalam pikiran adalah ideal, kebenaran diluar
pikiran adalah realis, kebenaran Tuhan adalah absolut, kebenaran dunia adalah relatif,
kebenaran skeptic adalah diragukan, kebenaran pikiran adalah konsisten/koheren,
kebenaran persepsi adalah korespondensi, kebenaran para dewa adalah para logos,
kebenaran para daksa adalah faktanya, kebenaran subjek adalah predikat, kebenaran
kapital adalah modal, kebenaran utilitarian adalah asas manfaat, kebenaran
spiritual adalah firman Tuhan, dan lain sebagainya.
Saudara
Anggara Ari Mustafa menanyakan, “Apakah filsafatnya dari 0 (nol )?”
Filsafat
dari nol adalah nihilism, yang artinya ketiadaan. Dalam aliran filsafat
tersebut, pada akhirnya manusia itu mengalami ketiadaan (hampa). Jika agama
dikombinasikan dengan psikologi maka tiadalah tujuan hidup manusia selain agar
hidup bahagia. Bahagia dengan tidak ada nafsu, tidak ada amarah, tidak ada
cita-cita, maka dalam rangka ketiadaan itu kita bisa menuju nirwana.
Saudara
Winda Dwi Astuti menanykan, “Apakah yang dimaksud dengan teleology dalam ruang
dan waktu?”
Tokoh
filsafat yang membicarakan mengenai masa depan adalah Immanuel Kant dengan
bukunya yang berjudul “Teleology”. Dari teori Immanuel Kant dapat dikatakan
bahwa masa depan bisa diproyeksikan dari zaman sekarang.
Saudara
Tangguh Yudha Pamungkas menanyakan “Apa hubungan antara filsafat dengan Tuhan?”
Pada hakikatnya, filsafat adalah pikiran
dan agama adalah hati. Tidak semuanya yang ada di dunia ini bisa dan akan
selesai untuk didefinisikan. Misalnya definisi cinta dari suami kepada
istrinya. Sehebat-hebat pikiran manusia tidak akan mampu mengetahui
relung-relung hatinya. Setinggi-tinggi manusia tidak akan mampu mengetahui
takdir tuhan. Dunia ini berstruktur dan bersinergis, maka janganlah kita
menyombongkan diri untuk mengetahui segalah rahasia tuhan.
Sebagai kalimat penutup dalam perkuliahan,
Bapak Marsigit mengatakan bahwa belajar filsafat laboratoriumnya adalah pikiran,
maka janganlah berhenti untuk berpikir dalam mencari ilmu sebagai wujud syukur
kita kepada Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar